ads
Bawaslu Setujui PKPU Sesuai Putusan MK

Bawaslu Setujui PKPU Sesuai Putusan MK

Smallest Font
Largest Font

Beritadata - Pelaksana Harian (Plh) Ketua Bawaslu, Puadi, menyatakan bahwa Bawaslu telah menyetujui draf Rancangan PKPU 8/2024 setelah KPU menyesuaikan dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Puadi mengungkapkan bahwa Bawaslu juga telah mengirimkan surat rekomendasi kepada KPU terkait hal ini pada 22 Agustus 2024.

"Oleh karena itu, Bawaslu menyetujui rancangan PKPU 8/2024 setelah KPU menindaklanjuti draf tersebut," ujar Puadi dalam rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Minggu (25/8), mengutip dari Tempo.

Puadi hadir bersama empat pimpinan Bawaslu lainnya, yaitu Herwyn JH Malonda, Totok Hariyono, Lolly Suhenty, dan Rahmat Bagja. Sekretaris Jenderal Bawaslu, Ichsan Fuady, juga turut hadir dalam rapat tersebut. 

Sementara itu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa KPU telah mengakomodasi dua putusan MK, yaitu putusan nomor 60 dan 70, dalam draf rancangan PKPU 8/2024. 

"Kami (KPU) telah mengadopsi semua poin dari putusan MK 60 dan 70," katanya.

Pasal-pasal dalam PKPU 8/2024 yang dipengaruhi oleh dua putusan MK tersebut mencakup Pasal 11 dan turunannya, serta Pasal 9, 13, 95, 99, 135, 139, dan Pasal 15.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, berlangsung selama 40 menit. Setelah Ketua KPU Mochammad Afifuddin membacakan draf rancangan PKPU, Doli menyetujuinya dengan mengetuk palu sebagai tanda persetujuan.

"Draf perubahan PKPU 8/2024 sudah mengakomodasi semua putusan MK 60 dan 70 tanpa ada kekurangan, apakah kita bisa menyetujuinya?" tanya Doli, diikuti oleh persetujuan dari seluruh forum.

Doli berharap, dengan hadirnya Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, dalam RDP tersebut, rancangan PKPU dapat segera diundangkan oleh Kemenkumham.

Sebelumnya Dukung Revisi

Sejumlah partai politik (parpol) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) awalnya mendukung revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Namun, kini sikap mereka berubah. Beberapa partai KIM menyatakan bahwa mereka akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Hidayat Nur Wahid, anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengungkapkan bahwa partainya memutuskan untuk menerima putusan MK terkait UU Pilkada. Hidayat menjelaskan bahwa sikap fraksinya tersebut merupakan implementasi dari keputusan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS.

"DPTP PKS telah memutuskan pada 22 Agustus untuk menerima putusan MK tersebut," katanya dalam sebuah pernyataan tertulis pada Jumat, 23 Agustus 2024, seperti dikutip dari Tempo.

Hidayat menegaskan bahwa putusan konstitusi terkait pencalonan kepala daerah itu memberikan ruang bagi berkembangnya demokrasi dan menghormati pilihan rakyat. Ia juga menyebut bahwa putusan MK tersebut berpotensi menyediakan alternatif pilihan bagi masyarakat pemilih.

"Dengan demikian, Pilkada dapat menjadi lebih berkualitas baik dari prosesnya maupun hasilnya," ujarnya.

Menurut Hidayat, DPR dan pemerintah perlu memperhatikan aspirasi masyarakat dengan memaksimalkan partisipasi masyarakat yang bermakna. Selain itu, partainya memberikan empat catatan penting dalam pembahasan revisi UU Pilkada.

Adapun empat catatan penting yang dimaksud, di antaranya adalah memastikan Pilkada berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sejak dari proses awal.

"Sehingga hasilnya dapat mendukung pembangunan daerah secara produktif, dan pembahasan RUU harus tetap mendengarkan aspirasi masyarakat luas," ucap Hidayat.

Dampak Putusan

Keputusan tersebut tentu saja berdampak besar bagi partai politik, calon kepala daerah, serta masyarakat luas. Menanggapi hal ini, Dr. Mohammad Syaiful Aris, SH, MH, LLM, seorang ahli hukum dari Universitas Airlangga (UNAIR), berbagi pandangannya mengenai konsekuensi dari putusan-putusan tersebut kepada UNAIR NEWS pada 22 Agustus 2024.

Menurut Dr. Aris, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan dari Partai Buruh dan Partai Gelora memberikan pengaruh signifikan terhadap mekanisme pencalonan kepala daerah. 

"Dengan penurunan ambang batas pencalonan, partai-partai politik kecil yang memperoleh suara minimal 6,5% hingga 10% dari jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap kini memiliki peluang lebih besar untuk mengajukan pasangan calon kepala daerah," ujarnya.

Ia juga menyampaikan harapannya bahwa perubahan ini dapat mengurangi dominasi partai-partai besar. Selain itu, Dr. Aris menilai bahwa perubahan ini juga berpotensi mengurangi kemungkinan munculnya calon tunggal di suatu daerah, yang sebelumnya menjadi perhatian karena tingginya persyaratan ambang batas.

Tim Editor
Daisy Floren

Apa Reaksi Kamu?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow
ads

Paling Banyak Dilihat

ads
ads